Menteri Siti Nurbaya Bakar di Riau, Paparkan Solusi Karhutla




Pekanbaru - Siti Nurbaya Bakar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) lakukan kunjungan  kerja  ke Riau, Sabtu (18/7/2020).

Didampingi Gubernur Riau, Syamsuar, Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setia Imam Efendi, Siti mengakui, kedatangannya dari Jakarta,  untuk melakukan konfirmasi penyelesaian karhutla secara primer di Provinsi Riau.

Ia mengakui, sejak tahun 2015 silam, semua pihak sudah melakukan penanggulangan karhutla di Riau dan seluruh Indonesia.

Oleh Presiden Republik Indonesia, sudah diintruksikan pembentukan satgas operasi. Untuk menindak atau menanggulangi karhutla.

Untuk saat ini, sebut Siti, Polda Riau memiliki sistem dashboard yang baik. Sehingga mampu berjalan bersama Manggala Agni, BPBD dan instansi terkait untuk melakukan sistem pengendalian dan pemadaman dengan water bombing.

Tahun ini kita melihat perjalanan 10-13 tahun ini sejak perjalanan di tahun 2000, 2004, 2005 direcord, ada kekhususan. 

''Istilah saya adalah fase kritis pertama sejak bulan Mei. Maka fase kedua kita harus hati-hati pada fase kritis berikutnya Juni hingga akhir Oktober,'' kata Siti, dikutip Klikmx.com.

Menurutnya, ini bisa dideteksi dan bisa diikuti dengan teknik modifiaksi cuaca. Karena itu penanggulangan sudah dilakukan pada tanggal 13 sampai 30 Mei melakukan teknik modifikasi cuaca.
''Bisa dilihat, basah air di Riau bisa 30 bisa sampai 50 persen,'' ungkapnya.

Ia mengakui, teknik modifikasi cuaca relatif bisa berjalan. Pihaknya juga meminta tim BMKG, BPBD untuk melihat kondisinya untuk di Riau.

''Bulan ini adalah awal musim kemarau. Sama halnya di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan,'' ujarnya.

Selain itu, Siti mengatakan, ada bagian penting pada tata kelola gambut, dan soal pertanian dengan sistem kearifan lokal. 

Usai pertemuan dengan Gubernur dan Kapolda, Siti menyebutkan, ia menyampaikan untuk penyempurnaan pembentulan masyarakat peduli api. 

''Kapolda mengeluarkan maklumat, tapi pengetahuan untuk sadar perlu dilengkapi dengan kewajiban masyarakat,'' katanya.

Langkah-langkahnya, juga pengembangan bersama kepala BNPB dengan mengembangkan sistem Masyarakat Peduli Api, dengan pendekatan masyarakat namanya para legal.

''Saya juga minta pendalaman Kapolda, bagaimana kondisi Babinsa, Babhinkamtinbas, bagaimana konflik terjadi di lapangan penyelesaian di tingkat lapangan, ditarik ke atas,'' terang menteri.

Sebelumnya, diakui Menteri Siti, sudah ada rencana aksi di lapangan yang disiapkan BNPB. Tetapi ia mengarahkan, agar Riau harus jadi contohnya.

Hal ini sesuai dengan kedatangan Presiden RI Joko Widodo di bulan November 2014 lalu di Meranti. 

''Kita bisa mendapatkan solusi dari perjalanan rumit di Riau, untuk bisa menyelesaikan masalah di Riau,'' ujarnya.

Setelah ini, Siti menyebutkan akan melakukan diskusi ke kepala BNPB, dan melaporkan ke Presiden.
Siti juga menjelaskan, rencana melakukan modifikasi cuaca nantinya paling telat akan dilaksanakan di pertengahan Agustus.

Menteri juga berpesan, bahwa kita harus hati-hati mengatakan karhutla. Karena menurutnya, munculnya api juga disebabkan faktor alam.

''Langkah-langkahnya adalah mengontrol akibat-akibatnya, kalau bisa kendalikan sebab akibatnya,'' saran menteri.

Sedangkan, pada penegakan hukum, kata Siti, pihaknya sudah meminta komitmen ke perusahaan yang sudah dilakukan sejak tahun 2015. Tapi menurutnya, memang tidak gampang, karena harus meningkatkan pengetahuan, menyediakan ahlinya dan prosesnya bagi perusahan. 
''Termasuk yang sudah inkrah pun tidak mudah,'' sebutnya.

Yang penting, pada fenomena karhutla ini, sambung menteri adalah penegakan hukum, agar kapok.
Langkah membuat perusahaan kapok, adalah dengan menerapkan hukum dan sanksi administrasi. Bertujuan perusahaan itu dipaksa menurut standar.

''Kalau dipaksa, perusahaan harus memiliki secara lengkap sarana dan prasarana ahli lingkungan, tenaga teknis untuk karhutla. Artinya, perusahaan akan berinvestasi cukup besar,'' terang menteri.
Maka, dengan langkah yang harus ditempuh terhadap perusahaan ini, akan dapat dibekukan, kalau tidak mau menerapkan langkah tersebut izinnya dicabut. 

''Ada lagi denda, pidana. Keterlaluan kalau bakar langsung, ada kriteria-kriterianya yang akan diterapkan,'' sebut menteri.

Langkah dilakukan secara pararel yang artinya dilakukan bersama-sama dikenakan. Tapi menurutnya, pemerintah itu posisi utamanya melakukan pembinaan masyarakat.

''Yang namanya penyelenggara negara adalah pemerintahan, yakni melakukan pembangunan, pembinaan masyarakat,'' terang Menteri.

Untuk penegakan hukumnya, lanjutnya, harus ada masalah yang dilihat. Namun pihaknya sudah mempelajari data, sanksinya akan ditegur.

''Untuk perusahaan sudah kita pelajari, terkait keterlibatan polisi. Mereka kan tidak bisa memberikan sanksi administratif. Karena kami pemerintah tidak bisa main hajar, harus sesuuai prosedur tentunya,'' katanya.

''Yang jelas perusahaan terlibat pasti kita tangani, yang penting komitmen,'' pungkasnya.***